Kendari – Alasan Pejabat Korupsi Diungkap KPK Saat Berkunjung ke Kendari Sulawesi Tenggara. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) mengungkap sejumlah alasan masih banyak pejabat publik terjerat kasus korupsi.
Hal itu disampaikan Pelaksana Harian (Plh) Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK RI, Friesmount Wongso, saat kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Keluarga Berintegritas. Bertempat di Aula Bahteramas, Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Kompleks Bumi Praja, Kelurahan Anduonohu, Kecamatan Poasia, Kota Kendari, Selasa (11/11/2025).
Kantor gubernur berada 7,5 kilometer dari kawasan pusat Kota Kendari, ibu kota Provinsi Sultra, tepatnya Tugu Religi eks MTQ di Keurahan Korumba Kecamatan Mandonga. Friesmount mengatakan sejak KPK berdiri 2002 silam hingga saat ini, telah tercatat 1.919 kasus tindak pidana korupsi yang diproses.
Dari jumlah tersebut, lebih dari 400 kasus merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurutnya, penyebab masih maraknya praktik korupsi di kalangan pejabat karena kurangnya pemahaman keluarga terhadap nilai-nilai antikorupsi.
“Kadang keluarga tidak memahami. Mereka hidup hedon karena tidak tahu dari mana sumber pendapatan itu. Karena itu, melalui kegiatan bimbingan teknis ini kami ingin memberikan pemahaman agar korupsi tidak dianggap sebagai hal yang biasa atau bahkan sebagai kearifan lokal,” ujar Friesmount.
Baca Juga : Link Pendaftaran Magang BPS Sulawesi Tenggara Terbuka 5 Formasi, Jadwal Daftar 6-14 November 2025

Ia menjelaskan, gaya hidup berlebihan sering kali mendorong pejabat atau ASN tergoda untuk mencari jalan pintas dalam memenuhi kebutuhan. Padahal, penghasilan pegawai pemerintah memiliki takaran yang jelas, sehingga jika terdapat kelebihan dari perjalanan dinas atau kegiatan lainnya, hal itu akan mudah terlihat. “Kita ingin agar di Sultra tidak ada ASN atau pejabat yang terjerat korupsi, jika mereka mau memahami nilai-nilai antikorupsi dan berani berkata tidak pada korupsi,” tuturnya.
Friesmount menuturkan penyebab korupsi lainnya karena adanya keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan lemahnya pengungkapan atau penegakan hukum. Keserakahan mendorong seseorang untuk terus menginginkan lebih dan merasa tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki. Sementara itu, kesempatan muncul ketika pengawasan dan sistem internal di lembaga pemerintahan masih lemah.
Lalu, kebutuhan yang mendesak atau gaya hidup konsumtif juga dapat memicu seseorang untuk melakukan korupsi. Sedangkan lemahnya pengungkapan dan penegakan hukum membuat pelaku tidak merasa takut terhadap konsekuensi perbuatannya. “Melalui kegiatan Bimtek Keluarga Berintegritas tersebut, KPK berharap para pejabat dan keluarga ASN di Sulawesi Tenggara dapat memahami pentingnya menanamkan nilai-nilai kejujuran dan integritas dalam kehidupan sehari-hari, agar korupsi tidak lagi menjadi budaya yang dianggap lumrah di lingkungan pemerintahan,” jelasnya.





